CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY



Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya). perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.

Sejarah Corporate Social Responsibility (CSR)
Istilah CSR pertama kali menyeruak dalam tulisan Social Responsibility of the Businessman tahun 1953. Konsep yang digagas Howard Rothmann Browen ini menjawab keresahan dunia bisnis. Belakangan CSR segera diadopsi, karena bisa jadi penawar kesan buruk perusahaan yang terlanjur dalam pikiran masyarakat dan lebih dari itu pengusaha di cap sebagai pemburu uang yang tidak peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Kendati sederhana, istilah CSR amat marketable melalu CSR pengusaha tidak perlu diganggu perasaan bersalah.

CSR merupakan tanggung jawab  aktivitas sosial kemasyarakatan yang tidak berorientasi profit.

John Elkington dalam buku ”Triple Bottom Line” dengan 3P tipe yaitu:

1.    Profit à Mendukung laba perusahaan

2.   People à Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

3.   Planet à meningkatkan kualitas lingkungan

Pengertian CSR sangat beragam. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development.

Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Jika corporate giving bermotif amal atau charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa pemberdayaan.

Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P (profit, planet, dan people). Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit), tetapi memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).

Di Indonesia, istilah Corporate Social Responsibility (CSR) dikenal pada tahun 1980-an, namun semakin popular digunakan sejak tahun 1990-an. Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Indonesia dikenal dengan nama CSA ( Corporate Social Activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Kegiatan CSA ini dapat dikatakan sama dengan CSR karena konsep dan pola pikir yang digunakan hampir sama.

Sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang selalu aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional.

Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen sejak tahun 2005 mengadakan Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA). Secara umum ISRA bertujuan untuk mempromosikan voluntary reporting CSR kepada perusahaan di Indonesia dengan memberikan penghargaan kepada perusahaan yang membuat laporan terbaik mengenai aktivitas CSR. Sampai dengan ISRA 2007 perusahaan tambang, otomotif dan BUMN mendominasi keikutsertaan dalam ISRA.

Munculnya konsep CSR didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat sebagai fenomena DEAF (yang dalam bahasa Inggris berarti tuli), sebuah akronim dari Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi (Suharto, 2007:103-104):

a.       Dehumanisasi industri.

Efisiensi dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia industri telah menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan tersebut, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. ‘merger mania’ dan perampingan perusahaan telah menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja dan pengangguran, ekspansi dan eksploitasi dunia industri telah melahirkan polusi dan kerusakan lingkungan yang hebat.

b.      Equalisasi hak-hak publik.

Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk meminta pertanggung jawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang sering kali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran ini semakin menuntut akuntabilitas (accountability) perusahaan bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula dalam kaitannya dengan kepedulian perusahaan terhadap berbagai dampak sosial yang ditimbulkan.

c.        Aquariumisasi dunia industri.

Dunia kerja kini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan yang hanya memburu rente ekonomi dan cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis, dan filantropis tidak akan mendapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar perusahaan seperti ini ditutup.

d.       Feminisasi dunia kerja.

Semakin banyaknya wanita yang bekerja, semakin menuntut penyesuaian perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi, seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja, melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial, seperti penelantaran anak, kenakalan remaja akibat berkurang atau hilangnya kehadiran ibu-ibu di rumah dan tentunya di lingkungan masyarakat. Pelayanan sosial seperti perawatan anak (child care), pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak atau pusat-pusat kegiatan olah raga dan rekreasi bagi remaja bisa merupakan sebuah ‘kompensasi’ sosial terhadap isu ini.

Dasar Hukum Corporate Social Responsibility (CSR)
Kegiatan CSR ditegaskan dalam 2 Undang-undang, yakni UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pasal 74 & UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34.

1)      UU PT No.40 tahun 2007 pasal 74, berisi :
Ayat (1)     Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Ayat (2)     Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan & diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan & kewajaran.
Ayat (3)     Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial & lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2)      UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Pasal 15,17 & 34) berisi :
Pasal 15
Setiap penanam modal berkewajiban:
menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 17
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a.      peringatan tertulis;
b.     pembatasan kegiatan usaha;
c.     pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal;  atau
d.     pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ruang Lingkup Corporate Social Responsibility (CSR)
Dalam perkembangan etika bisnis yang lebih mutkahir, muncul gagasan yang lebih komperehensif mengenai lingkup Corporate Social Responsibility (CSR). Sampai sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai ruang lingkup Corporate Social Responsibility (CSR).

1.      Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas.

Sebagai salah satu bentuk dan wujud tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan diharapkan terlibat dalam berbai kegiatan yang terutama untuk memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, tanggung jawab sosial dan moral perusahaan disini terutama terwujud dalam ikut melakukan kegiatan tertentu bagi masyarakat.

Perusahaan dalam hal ini diharapkan untuk tidak hanya melakukan kegiatan bisnis demi mencari keuntungan, melainkan ikut juga memikirkan kebaikan, kemajuan , dan kesejahteraan masyarakat dengan ikut melakukan berbagai kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat. Kegiatan sosial tersebut sangat beragam misalnya meminjamkan dana untuk membangun rumah ibadah, membangun prasarana dan fasilitas sosial dalam masyarakat (listrik, air, jalan, tempat rekreasi, dsb), melakukam penghijauan, menjaga sungai dari pencemaran limbah, melakukan pelatihan dengan cuma- cuma, memberi beasiswa kepada anak dari keluarga yang kurang mampu ekonominya dan lain sebagainya.

Ada beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial tersebut, yaitu :

1.    Karena perusahaan dan seluruh karyawannya adalah bagian integral dari masyarakat setempat.
2.   erusahaan telah diuntungkan dengan mendapatkan hak mengelola sumber daya alam yang ada di masyarakat tersebut dengan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan tersebut.
3.   Tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu yang merugikan kepentingan masyarakat luas.
4.   Menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan masyarakat.

2.      Keuntungan ekonomis
Tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan demi mempertahankan kelangsungan bisnis dan perusahaan yang menyangkut semua orang yang terkait dalam bisnis tersebut. Setiap pelaku bisnis dan perushaan secara moral dibenarkan untuk mengejar kepentingan pribadinya yang dalam bisnis dibaca sebagai keuntungan karena hanya dengan demikian ia dapat mempertahankan kelangsungan bisnis dan perusahaan tersebut. Maka, mengejar keuntungan tidak lagi dilihat sebagai hal yang egoistis dan negatif secara moral, melainkan justru dilihat sebagai hal yang moral sangat positif. Dalam hal ini keuntungan ekonomi dilihat sebagai sebuah lingkup tanggung jawab moral dan sosial yang sah dari suatu perusahaan.

3.      Memenuhi aturan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat
Perusahaan punya kewajiban dan juga kepentingan untuk menjaga ketertiban dan keteraturan sosial. Salah satu bentuk dan wujud yang paling nyata dari menjaga ketertiban dan keteraturan sosial ini sebagai wujud dari tanggung jawab sosial perusahaan adalah dengan mematuhi aturan hukum yang berlaku karena jika tidak mematuhi aturan hukum yang berlaku maka ketertiban dan keteraturan masyarakat tidak akan terwujud.

4.      Hormat pada hak dan kepentingan stakeholder atau pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan bisnis suatu perusahaan

Hormat pada hak dan kepentingan stakeholders atau pihak-pihak terkait yang mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung dengan kegiatan bisnis suatu perusahaan. Perusahaan secara moral dituntut dan menuntut diri untuk bertanggung jawab atas hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang punya kepentingan.Artinya dalam kegiatan bisnisnya suatu perusahaan perlu memperhatikan hak dan kepentingan pihak-pihak tersebut: konsumen, buruh, investor, kreditor, pemasok, penyalur, masyarakat setempat, pemerintah dan seterusnya. Tanggung jawab sosial perusahaan lalu menjadi hal yang begitu kongkret, baik demi terciptanya suatu kehidupan sosial yang baik maupun demi kelangsungan dan keberhasilan kegiatan bisnis perusahaan tersebut.

Prinsip-Prinsip yang Harus Dipegang dalam Melaksanakan CSR
Prinsip pertama adalah kesinambungan atau sustainability. Ini bukan berarti perusahaan akan terus-menerus memberikan bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program yang dirancang harus memiliki dampak yang berkelanjutan. CSR berbeda dengan donasi bencana alam yang bersifat tidak terduga dan tidak dapat di prediksi. Itu menjadi aktivitas kedermawanan dan bagus.

Prinsip kedua, CSR merupakan program jangka panjang. Perusahaan mesti menyadari bahwa sebuah bisnis bisa tumbuh karena dukungan atmosfer sosial dari lingkungan di sekitarnya. Karena itu, CSR yang dilakukan adalah wujud pemeliharaan relasi yang baik dengan masyarakat. Ia bukanlah aktivitas sesaat untuk mendongkrak popularitas atau mengejar profit.

Prinsip ketiga, CSR akan berdampak positif kepada masyarakat, baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Perusahaan yang melakukan CSR mesti peduli dan mempertimbangkan sampai kedampaknya.

Prinsip keempat, dana yang diambil untuk CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan sebagaimana budjet untuk marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan ke harga jual produk. CSR yang benar tidak membebani konsumen.

Model Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut Saidi dan Abidin (2004:64-65) sedikitnya ada empat model atau pola CSR yang diterapkan di Indonesia, yaitu :

1.       Keterlibatan langsung.

Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.

2.       Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan.

Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin, atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan di antaranya adalah Yayasan Coca-cola Company, Yayasan Rio Tinto (perusahaan pertambangan).

3.      Bermitra dengan pihak lain.

Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerja sama dengan lembaga sosial/ organisasi non pemerintah (ornop), instansi pemerintah, universitas, atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial/ ornop yang bekerja sama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa, instansi-instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/ LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos), perguruan-perguruan tinggi (UI, ITB, IPB), media massa (Dkk kompas, Kita Peduli Indosiar).

4.      Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium.

Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota, atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pihak pemberian hibah perusahaan yang bersifat ‘hibah pembangunan’. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara proaktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

Menurut Said dan Abidin (2004) pada dasarnya CSR memiliki beberapa jenis atau sektor kegiatan. Ada sembilan jenis atau sektor kegiatan CSR, yaitu : (1) Pelayanan sosial; (2) Pendidikan dan penelitian; (3) Kesehatan; (4) Kedaruratan (emergency); (5) Lingkungan; (6) Ekonomi produktif; (7) Seni, olah raga, dan pariwisata; (8) Pembangunam prasarana dan perumahan; dan (9) Hukum, advokasi, dan politik.

Kategori perusahaan hubungannya dengan penerapan CSR :

1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan anggaran CSR :

a.   Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang rendah.

b.    Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki profit tinggi, namun anggaran CSRnya rendah.

c.    Perusahaan Humanis. Perusahaan yang memiliki profit rendah, tapi proporsi anggaran CSRnya tinggi.

d.    Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang tinggi. Perusahaan memandang CSR bukan beban, tapi peluang untuk maju.

2. Berdasarkan tujuan CSR (promosi atau pemberdayaan masyarakat) :

a.    Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan yang jelas.

b.    Perusahaan Impresif. CSR diutamakan untuk promosi.

c.   Perusahaan Agresif. CSR diutamakan untuk pemberdayaan.

d.    Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi dan pemberdayaan karena dipandang bermanfaat dan menunjang satu sama lain bagi kemajuan perusahaan.

Bentuk Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR)

Berbagai bentuk implementasi CSR dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.     Konsumen, dalam bentuk penggunaan material yang ramah lingkungan, tidak berbahaya, serta memberikan informasi dan petunjuk yang jelas termasuk infromasi atas suku cadang dan pelayanan purnajualnya serta informasi lain yang harus diketahui konsumen.

2.    Karyawan, dalam bentuk persamaan hak dan kewajiban atas seluruh karyawan tanpa membedakan ras, suku, agama, dan golongan. Karyawan mendapatkan penghargaan berdasarkan kompetensi dan hasil penilaian prestasinya.

3.    Komunitas dan lingkungan, dalam bentuk kegiatan kemanusiaan maupun lingkungan hidup, baik di lingkungan sekitar perusahaan maupun di daerah lain yang membutuhkan. Kegiatan terhadap komunitas ini antara lain berupa kegiatan donor darah dengan melibatkan seluruh karyawan, memberikan bantuan kepada daerah yang terkena musibah.

4.    Kesehatan dan keamanan, dalam bentuk penjagaan da pemeliharaan secara rutin atas fasilitas dan lingkungan kantor sesuai petunjuk dan instansi terkait.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengantar Bisnis : Sistem produksi PT Indofood Sukses Makmur (Mie instan)

Pengantar Bisnis: ABOUT FINTECH / TEKFIN

Pengantar Bisnis: PT. Indofood